Kamis, April 10, 2008

jangan marah

"Dalam satu riwayat diceritakan, ada seorang Badui Arab berangkat dari kampung asalnya yang cukup jauh, ia datang ke Madinah menemui Rasulullah saw untuk minta nasehat dari beliau. “Jangan marah!,” begitulah nasehat Rasulullah saw padanya keika si Badui bertemu. Hanya dua kata itu yang diucapkan pada si Badui, dari bibir yang selalu melantunkan wahyu Ilahi itu. Meskipun kalimat suci itu amat pendek tetapi mampu memuaskan hatinya. Singkat tapi padat, mudah diingat, namun ringan tapi berat. Kemudian orang Badui itu pulang ke kampungnya dengan membawa satu amanat, “titipan” dari Rasulullah saw yang harus dijaga dengan sebaik-baiknya. Ialah ‘jangan marah!’


Sampai di kampung halamannya, pada suatu hari ia menyaksikan adanya pertikaian di kabilahnya. Karena kejahiliyahan mereka, sebagian dari mereka merampas harta milik kabilah yang lain. Akhirnya terjadilah keributan di antara dua kabilah, mereka berperang dan saling menumpahkan darah.

Karena ingin membela sukunya, ia langsung melompat dan ambil pedang berangkat ke medan pertikaian. Namun di saat ia bergegas, saat itu ia teringat dengan ucapan dan pesan Rasulullah saw ‘jangan marah!’ Lalu ia berfikir: “Mengapa kemarahan, peperangan dan bunuh-bunuhan ini musti terjadi?” Ketika sampai di tengah-tengah mereka, ia beraru kepada mereka dan mengusulkan: “Siapa yang merasa dirugikan dan anggota tubuhnya yang luka akan diganti kerugiannya dengan harta. Mengapa harus menambah masalah dengan menumpahkan banyak darah?” Mendengar usulan itu, api kemarahan mereka mereda dan akhirnya mereka sepakat untuk kompromi dan berdamai.

Lihatlah betapa kalimat ‘jangan marah’ itu secara tidak langsung telah mampu mendinginkan api emosi yang berkobar dalam batok kepala mereka. Mampu meleraikan dua kubu yang saling bunuh-bunuhan. Tetapi yang lebih penting dari itu adalah bahwa betapa ‘dua kata’ Rasulullah saw tersebut mampu mengubah secara psikologis si badui yang berwatak jahiliyah itu. Karena nasehat singkat Rasulullah saw pada si Badui, pertama si Badui menjadi orang yang berfikir sebelum bertindak. Kedua, ia menjadi seorang yang bijaksana. Dan yang lebih penting dari itu ialah sosok yang memberi nasehat, ialah pribadi agung yang suci, Rasulullah saw.

Jadi, jika anda sakit kepala atau panas karena anda kesal dan dongkol atas sikap saudara anda yang telah menyakiti hati anda, atau karena krisis ekonomi yang melanda, itu artinya anda dalam kondisi emosional. Ketahuilah sakit kepala jenis ini tidak ada hubungannya dengan obat-obat, tetapi ‘jangan marah’-lah penawarnya.

‘Jangan marah’ itu artinya berfikirlah sebelum berbuat dan berbuatlah bijaksana. Karena mungkin saja saudara anda salah paham, salah informasi, atau mungkin niatnya baik namun ada yang keliru dalam penyampaiannya. Jika karena itu maka maafkan, karena ia saudara anda dan bukan orang lain. Bukankah Rasulullah saw juga menganjurkan agar kita yang seiman ini berhusnudh dhan satu sama lain!.

‘Jangan marah’ juga mengajak untuk merenungi bahwa pertama, harta benda bukanlah sumber kebahagiaan sejati, juga bukan bekal kebahagiaan di kemudian hari (akhirat). ‘Jangan marah’ lah merupakan bekal di hari akhirat kelak. Kedua, jika kita mau berusaha pasti Allah Swt memberi jalan keluarnya. Dan jika kita semua sudah mengetahuinya mengapa kita masih marah-marah?

Rasulullah saw bersabda: “Marah itu awal segala keburukan.” Karena marah, Iblis terkutuk dan terusir dari surga. Ketika Allah Swt menciptakan Adam as dan memuliakannya, Iblis marah dan dengan sombongnya ia berkata “aku lebih mulia darinya.”

Dalam banyak kitab disebutkan akibat-akibat dari kemarahan. Misalnya, dalam kitab al-Bihar Juz 3 h.15 disebutkan “Marah adalah api setan yang menyala”, yang mencelakakan dan membongkar aib dan cela manusia yang harus dirahasiakannya. Orang yang menahan marah ibarat memadamkan api, dan yang membiarkannya berarti ia telah menyalakan api dengan kemarahan.

“Marah itu bagian dari gila. Orang yang marah akan menyesal dan jika tidak menyesal maka kegilaannya makin menjadi.” (al-Bihar.Juz.3 hal 20). Kalau dipikir-pikir; memang benar! Marah membuat orang kalap dan melakukan apa saja yang dia kehendaki. Oleh karena itu hati-hatilah dan jauhilah marah karena sesungguhnya marah itu awalnya gila dan akhirnya menyesal.

“Marah itu merusak akal pikiran dan jauh dari kebenaran” seperti ditulis dalam kitab al-Mustadrak Juz 12, No 13376. Orang yang tidak dapat menguasai kemarahannya, niscaya ia tidak akan menggunakan akal sehatnya.

Juga kitab al-Bihar Juz 33, hal 707 menyebutkan untuk menjahi sifat marah itu. “Marah itu musuhmu maka jangan sampai ia mengalahkanmu.” Hadis lain mengatakan, “Sesungguhnya marah itu salah satu tentara iblis yang besar.” Dengan demikian orang yang kuat bukan orang yang jago gulat, sesungguhnya orang yang kuat itu adalah orang yang dapat mengendalikan dirinya ketika marah.

Menurut Sayyid Dasteghib dalam kitab isti`adzah, “mungkin orang bisa mengendalikan ambisinya ketika berkuasa dan nafsunya ketika berduaan dengan perempuan yang bukan muhrimnya. Tetapi sangat-sangat sulit sekali bisa mengendalikan kemarahannya.” Tadi dikatakan marah itu api, dalam pembahasan penciptaan setan bahwa setan itu diciptakan dari api dan sifatnya halus, maka ketika api bertemu dengan api yang menyala, semakin berkobar api kemarahannya.

Oleh karena itu, jika anda marah cepatlah bermohon pertolongan kepada Allah. Agar supaya anda selamat dari perbuatan-perbuatan tercela dan hina. Imam Musa mempunyai gelar al-Kadhim (yang diam) lantaran beliau kadhama minal ghaidh (menahan kemarahan) dari kejahatan yang mereka perbuat terhadap Imam. Ibnul Atsir mengatakan, dijuluki al-Kadhim kesabaran, santun perangainya dan keburukan yang menimpanya dibalas dengan kebaikan Dan karena sikap beliau, sampai beliau diracun dan syahid di dalam penjara yang amat gelap dan banyak orang yang tidak mengetahui kepedihan yang dijalani Imam Musa al- Kadhim, seperti diriwayatkan dalam Qabasat min siratul Qadatul Hudat Juz 2, hal 94. Mengapa Imam sampai demikian sabarnya? Karena keimanan, ketakwaan dan ketawakalannya. Dan Imam selalu memohon pertolongan kepada Allah sehingga mencapai tingkat yang demikian hebat. Bukankah kita harus meneladani pribadi suci Rasulullah saw, yang mana beliau seorang Nabi rahmatan lil `alamin? Dan bukankah Allah berfirman:

“Dan orang-orang yang besertanya (Muhammad) bersikap keras terhadap orang-orang kafir dan sayang-menyayangi di antara sesama.”(al-Fath 29)

Mengapa kita harus marah-marah pada saudara kita sendiri?

Dan banyak lagi riwayat hadis yang membicarakan masalah marah, betapa marah itu perbuatan yang hina dan tercela. Namun jika kita melihat hadis-hadis yang lain tentang marah dan jika kita renungi; marah tidak secara mutlak merupakan perbuatan yang buruk dan berdampak negatif. Adakalanya marah itu diharuskan, sebab seperti orang bilang; ‘sabar ada batasnya’ atau ‘ini harus diberi pelajaran’ dan lain sebagainya.Yang menunjukkan marah diperbolehkan bahkan diharuskan pada saat dan kondisi yang tepat, namun demikian marah juga harus karena Allah semata.

Rasulullah saw bersabda:

“Barang siapa yang bermusuhan dengan orang-orang fasik dan marah karena Allah Swt, maka Allah Swt juga marah karenanya dan meridhainya di hari kiamat” (Bihar al-Anwar, Juz 68, hal 17).



Sesuai riwayat hadis itu, muncul beberapa gambaran; bahwa marah, pertama adakalanya tercela dan adakalanya terpuji. Kedua, pesan kendalikan marah. Dan ketiga, marah adakalanya harus dinampakkan karena tujuan tertentu, dan sudah pasti hanya karena Allah semata. Imam ‘Ali as berkata: “Barang siapa yang mengasah ketajaman marah karena Allah, niscaya akan kuat dan mampu mengalahkan orang-orang kebatilan”. Dengan demikian seorang Muslim harus mengetahui kapan dan dimana ia harus marah. Jika kemarahan ditimbulkan oleh hawa nafsunya jelas ini tidak dibenarkan, namun jika kemarahan karena Allah Swt . mudah-mudahan Rahmat Allah Swt besertanya. []
"

Tidak ada komentar: